Seminar Commitment UNAIR 2010
Hari ini (sabtu 12 Juni 2010) ikut seminar COMMITMEN T nya FISIP UNAIR , [kena pengaruhnya Riza Roidila ] tidak begitu sulit menemukan temp...
Hari ini (sabtu 12 Juni 2010) ikut seminar COMMITMENTnya FISIP UNAIR, [kena pengaruhnya Riza Roidila ] tidak begitu sulit menemukan tempatnya karena udah Tanya ke Tomi Priyo Utomo gedungnya sebelah mana.
Pembicaranya (rencananya) Pak M.Nuh (Menteri Pendidikan) , Pak Henri Subiakto (Staf Ahli Menkominfo/dosen FISIP juga), Ishadi S.K (Komisaris Trans TV) dan Ketua PWI jatim Pak Dhimam Abror.
*pak Nuh nitip salam via video
Yang pertama si pak Ishadi, tapi beliau juga yang pertama ngacir –maklumlah,orang gede- intinya beliau berbicara tentang idealisme dan bisnis. Bagaimana Trans TV bisa sukses? *cukup singkat si, panitia Cuma kasih 20 menit
Yang kedua Pak Henri, curhat dilemanya dia mewakili pihak pemerintah perihal regulasi konten yang memang perlu, namun sangat sulit tersusun karena KEBEBASAN PERS enggan terusik. Juga dengan bagaimana minat baca Indonesia, Model media digital masa kini dan media cetak yang diperkirakan akan jadi barang museum saja.
Terakhir pak Dhimam, Asyik si pak ini, curhat apa adanya, beliau juga kurang terima kalo media cetak dianggap calon barang museum. Namun beliau juga tidak suka jika kapitalisme bisnis saat ini mengorbankan kualitas media penyampai berita dan mementingkan oplah dan rating semata.
Acaranmya sih biasa, panitia juga tidak seciamik yang dibayangkan, tapi lumayan lah. Dari segi bahasa dapat dengan mudah ditangkap bahwa :
Pembicaranya (rencananya) Pak M.Nuh (Menteri Pendidikan) , Pak Henri Subiakto (Staf Ahli Menkominfo/dosen FISIP juga), Ishadi S.K (Komisaris Trans TV) dan Ketua PWI jatim Pak Dhimam Abror.
*pak Nuh nitip salam via video
Yang pertama si pak Ishadi, tapi beliau juga yang pertama ngacir –maklumlah,orang gede- intinya beliau berbicara tentang idealisme dan bisnis. Bagaimana Trans TV bisa sukses? *cukup singkat si, panitia Cuma kasih 20 menit
Yang kedua Pak Henri, curhat dilemanya dia mewakili pihak pemerintah perihal regulasi konten yang memang perlu, namun sangat sulit tersusun karena KEBEBASAN PERS enggan terusik. Juga dengan bagaimana minat baca Indonesia, Model media digital masa kini dan media cetak yang diperkirakan akan jadi barang museum saja.
Terakhir pak Dhimam, Asyik si pak ini, curhat apa adanya, beliau juga kurang terima kalo media cetak dianggap calon barang museum. Namun beliau juga tidak suka jika kapitalisme bisnis saat ini mengorbankan kualitas media penyampai berita dan mementingkan oplah dan rating semata.
Acaranmya sih biasa, panitia juga tidak seciamik yang dibayangkan, tapi lumayan lah. Dari segi bahasa dapat dengan mudah ditangkap bahwa :
“ JADI PEMBICARA SEKALIPUN, SESAMA PRAKTISI DAN PELAKU YANG TERJUN DI INDUSTRI SECARA LANGSUNG, YANG SATU DI BALIK MEJA, YANG SATU PENDIDIK SEJATI , YANG SATU PETARUNG JALANAN, CARA MENYAMPAIKAN PIKIRAN, GAYA BAHASANYA DAN POKOK PEMBICARAAN PASTI MENYUDUT SESUAI DENGAN DUNIANYA, BUKAN TEMA ACARA”
Pak Dhimam : “Yang monopoli grup-grup bisnis media yang nguasain malah bukan orang komunikasi murni, Dahlan Iskan si wartawan tulen, bagaimana dengan Aburizal Bakrie? Hari Tanoe? Surya Paloh?
Pengen Tanya juga si “apa iya dunia media dan seluk-beluknya hanya untuk orang “komunikasi”?? lalu apakah anak lulusan dunia lain seperti kami tidak ada peluang? Tidak ada kapasitas di dunia media?
Kita lihat aja deh ...
Pengen Tanya juga si “apa iya dunia media dan seluk-beluknya hanya untuk orang “komunikasi”?? lalu apakah anak lulusan dunia lain seperti kami tidak ada peluang? Tidak ada kapasitas di dunia media?
Kita lihat aja deh ...
Post a Comment:
Pembaca yang baik pasti meninggalkan feedback